Judul: Sepotong Hati Lelaki
Penulis: J.P. Sunu
Penerbit: Cabaca
Tahun Terbit: 2018
“Samo menjalani hari-harinya dengan setengah sadar, pikirannya seolah menjadi layar, sementara kematian Alicia dan Marina menjadi satu-satunya film yang terus diputar.”—bab 2.
Membaca novel ini mendadak teringat kepada seorang tokoh dalam novel ‘Aku Angin Engkaulah Samudra’ karya Tasaro GK. Padahal kedua novel ini memiliki karakter diksi yang berbeda, yang tentu saja ditulis oleh penulis berbeda. Hanya kemiripan nama pada tokoh utama. Namun, penulis novel asal Jogja—yang juga telah menerbitkan novel berjudul Dua Cemara—ini benar-benar berhasil membuat para pembaca jatuh cinta dengan sesuatu yang manis, tetapi tidak membosankan.
Noni dan Komedi yang Manis dalam Sepotong Hati Lelaki
Saat melihat sampul buku, berwarna merah hati ditambah dengan judul yang manis, seketika pembaca pasti berpikir bahwa novel ini pasti berisi cerita romantis. Ya, tepat, tetapi kisah romantis yang dibagikan dalam Sepotong Hati Lelaki ini begitu manis tanpa ada adegan romantis—yang sedang tren saat ini atau adegan yang biasa ada dalam sinetron. Novel terbitan Cabaca.id ini serasa mampu memikat pembaca dengan seorang tokoh Noni yang menggemaskan, lucu, dan lovable. Karakternya yang ceria seolah menjadi warna tersendiri bagi kesuraman kehidupan tokoh utamanya, Samo—Samoti Arkan.
Diawali dengan pertemuan keduanya di sebuah kebun binatang, lalu beranjak menyelam ke hati masing-masing yang tidak normal. Saling mengobati luka, tetapi tidak pernah memberikan obat secara sengaja. Keduanya hanya saling membicarakan apa yang pantas mereka bicarakan. Percayalah, bahwa karakter Noni bukan orang yang sedang ada dalam bayanganmu saat ini.
Kisah Romantis yang Tidak Melulu Ekstrimis
“Masih banyak cara lain yang lebih aman untuk membuat perempuan terkesan.”—bab 5.
Megobati luka akibat rasa cinta itu, lebih cepat apabila obatnya adalah cinta juga. Begitu pula dengan Samo dan Noni, yang memiliki lukanya masing-masing, tetapi mampu menjadi penolong bagi hati masing-masing. Kedekatannya memiliki arti yang tidak biasa. Rasa cemburu yang mendadak dirasakan oleh tokoh lain, Riani, tante Noni, cukup dijelaskan dengan beragam tindakan tokoh dalam novel. Meskipun, oleh penulis terasa membuang frasa dengan menjelaskannya kembali dalam narasi.
Di sisi lain, romantisme penuh komedi yang menghibur juga terjadi dalam novel ini dalam tiap adegan Samo dan adiknya, Girja. Keduanya memiliki hubungan kakak-adik yang saling mendukung dan mengerti satu sama lain, tanpa harus menjadi menggebu-gebu untuk menunjukkan kepeduliannya. Begitu pula yang terjadi pada tokoh lain, meski tidak begitu terlalu di eksplor jauh oleh penulis. Namun, novel Sepotong Hati Lelaki ini benar-benar membawa sebuah romantisme yang tidak biasa.
Karakter yang Tak Kuat, Tetapi Melekat
Karakter utama laki-laki dalam sebuah novel, itu agak esktrim ketika dibayangkan. Karena, terkadang seorang tokoh laki-laki dengan karakter yang begitu-begitu saja akan menjadikan novel membosankan. Namun, dalam novel ini dapat ditemukan bahwa penulis berhasil membuat karakter Samo sebagai tokoh utama laki-laki yang kuat dalam ingatan pembaca. Dengan jenggot dan kumis konyolnya, atau sikap kekanakannya yang mengajak Noni untuk berperan menjadi superhero demi membela diri dari aksi bullying. Semua adegan seperti ditulis oleh sosok Samoti Arkan sendiri.
Keanehan dalam karakter Samo dalam bab-bab novel ini menjadi sebuah pertanyaan yang terjawab pada bab terakhir, hal ini mengganggu. Meskipun terasa seperti penulis sengaja membuat pembaca bertanya-tanya. Namun, penggunaan susunan seperti ini menjadikan novel Sepotong Hati Lelaki ini terasa terburu-buru, ditulis dengan grasa-grusu. Terlebih dengan latar belakang dari masing-masing tokoh yang unik, tetapi tidak diteroka lebih jauh menjadikan latar belakang itu bablas begitu saja disia-siakan. Novel ini berhak ditulis dengan bab yang lebih panjang dan kisah yang lebih hidup.
Tokoh lain yang cukup menyebalkan kehadirannya adalah si Amokrane, tokoh yang namanya hanya muncul pada satu paragraf. Hal ini cukup mengganggu, meskipun pada saat membacanya akan terkesan lucumenggelikan. Ah! Aku baru ingat, bahwa sisi J.P. Sunu seolah melekat dalam novel ini, yakni ketika tokoh mendapatkan informasi, langsung dibuat bertanya kepada Google. Cerdas, tetapi kembali pada hal sebelumnya bahwa ini menjadikan novel Sepotong Hati Lelaki terasa buru-buru diselesaikan.
Ditambah dengan sebuah nama penyakit yang tidak biasa—sebenarnya Pak J.P. Sunu, bisakah … nama penyakitnya disederhanakan saja? Pembaca seperti aku yang pelupa ini menjadi benar-benar tidak mengingat nama penyakitnya, bahkan kata pertamanya—dengan dokter yang berkarakter tidak biasa pula. Well, beberapa tokoh yang mengambil peran dalam novel ini semuanya hampir memiliki sense komedi yang mumpuni, meskipun tidak disampaikan secara langsung dalam dialog. Namun, nuansa lucu itu muncul begitu saja di pikiran saat membacanya.
Novel ini manis, romantis, tetapi tidak akan membuatmu meringis karena kadar pemanis buatan. Semuanya mengalir dan terasa sedang mendengarkan Samoti Arkan menceritakan perjalanannya bersama Noni dan Riani, serta keluarga kecilnya yang lenyap sejak awal cerita.
“Dengan cara seperti itu Samo membayangkan wajah Alicia di foto itu sedang menatap detak jantung ayahnya.”—bab 5.
Salam Kenal Mba, Aku Astina. mantap ulasannya Mba
oia Mba, aku ini penggiat literasi yg hidupnya penuh drama, tapi paling gak doyan baca fiksi. kok bisa ya? diantara teman2ku penggiat literasi, cuma aku yg gak suka baca novel dan palingan kalau baca itu cuma beberapa lembar saja. wkwkwkw