Liburan kali ini kamu main ke mana? Kali ini Fin akan bercerita sedikit soal masa-masa liburan akhir tahun 2018 yang Fin habiskan dengan adik untuk ke kawasan Blitar. Kota yang terkenal dengan Makam Bung Karno-nya.
Dari Malang, Fin berangkat berdua dengan adik Fin, Dea—abaikan namanya yang jadi terdengar sama dengan nama panggilan Fin semasa SMA, ya—yang waktu itu sedang menikmati masa liburan sekolah. Dengan menggunakan trasportasi murah meriah yang digunakan sepanjang sejarah, alias kereta api, Fin berangkat dari Stasiun Malang Kota Baru yang berlokasi di kawasan Klojen. Karena kehabisan tiket yang ekonomi, berakhirlah dengan membeli tiket kereta (Go Show) yang kelas eksekutif si kereta Malioboro Express. Meski sebenarnya pengin banget ngirit dengan pindah transportasi naik bus yang seharga Rp. 15.000,- saja, tapi karena saat itu sedang ada diskon promo ya lumayan.
Ngomong-ngomong soal menunggu keberangkatan kereta di ruang tunggu, Fin ingin cerita tentang kejadian yang entah bisa dibilang miris atau lucu. Karena kereta berangkat pukul 8.20 pagi, sedangkan Fin sudah ada di stasiun pukul 6.30, jadilah waktu menunggu lebih lama. Sewaktu menunggu, tiba-tiba ada bapak-bapak di tempat duduk dekat charging station. Karena pada dasarnya Fin ini orangnya kepo-an dan seringkali memulai obrolan dengan orang baru untuk mencari inspirasi baru, alhasil Fin memulai obrolan dengan mbak-mbak yang ada di tempat duduk seberang. Setelah mbak-mbak ini keretanya tiba dan pergi, si bapak tadi memulai obrolan dengan Fin.
Baca juga:
1. Muslimah Bercadar juga Bisa Olahraga
2. Hal Unik tentang Malang, Destinasi Wajib Dikunjungi
3. Tempat Favorit Buka Puasa Bersama di Malang
Hanya obrolan biasa yang seringkali ditanyakan kepada penumpang lain di stasiun, mulai dari asal mana, hingga mau ke mana, dan naik kereta apa, juga dalam rangka apa ke tujuan tersebut. Setelahnya, si Bapak yang sebut saja Pak War—karena beliau ngakunya berprofesi sebagai wartawan di salah satu stasiun TV swasta yang sudah beken sejak lama—mulai menceritakan mengapa ia bisa berakhir di stasiun Malang Kota dengan remuknya si layar ponsel Pak War.
Pak War bercerita bahwa dirinya adalah seorang wartawan yang sedang bertugas di Malang, meliput kejadian di kantor bupati, mengenai tanggapan tentang kejadian tertangkapnya 42 anggota DPRD Kota Malang yang terjangkit korupsi masal. Dari cara ngobrolnya, Pak War ini memang kritis dan layak diacungi jempol soal pengetahuannya. Termasuk saat ia mengaku bahwa ia seringkali ditugaskan ke lokasi-lokasi bencana alam. Terlepas dari benar atau tidaknya pengakuan Pak War, Fin mencoba untuk positive thinking dan mempercayainya. Hitung-hitung, Fin jadi punya inspirasi baru.
Setelahnya, Pak War ini mulai bercerita bahwa ia baru saja dilanda musibah saat di Kota Malang, ia berkisah bahwa saat ia tertidur di sebuah masjid—yang entah di mana Pak War tidak bercerita dan tidak menanggapi pertanyaan Fin—untuk beristirahat setelah menempuh perjalanan jauh, sebelum memulai persiapan untuk bertugas di Malang. Saat bangun, Pak War mendapati seluruh barang-barangnya ludes, mulai dari dompet, hingga kartu tanda pengenalnya sebagai wartawan. Dengan gaya bicaranya yang cepat dan tegas, Fin sedikit jauh bisa menyimpulkan karakternya. Meski Fin jarang gampang percaya dengan orang baru, walau keseringan percaya dengan kisah hidupnya.
Dari obrolan tersebut, akhirnya si Pak War mengakhiri cerita dengan menyampaikan kepada Fin bahwa ia harus ke Surabaya hari ini juga. Untuk mengurus segala dokumen dan hasil liputannya yang raib bersama barang-barangnya. Alhasil, Pak War meminta bantuan kepada Fin untuk meminjamkan beberapa puluh ribu, seadanya yang Fin punya dan Fin ingin berikan kepada Pak War, hanya sekadar untuk ongkosnya ke Surabaya. Demi memperoleh kepercayaan Fin, Pak War bahkan menyarankan beberapa hal untuk perjalanan wisata Fin ke Blitar bersama adik. Bahkan juga memberikan nasihat terkait dengan perkuliahan Fin, sebagai mahasiswa yang cinta damai. Juga memberikan nomor ponselnya kepada Fin dan jadwalnya liputan di Malang dalam satu minggu tersebut.
Setelah obrolan ngalor-ngidul, akhirnya Fin harus berangkat karena kereta api yang ditunggu sudah tiba. Dea sendiri hanya diam dan mulai menarik-narik Fin yang gampang sekali untuk kepo dengan cerita hidup orang—demi konten, hahha. Beberapa hari setelahnya, si Pak War mendadak WA ke nomor Fin, yang sering Fin berikan kepada orang asing atau orang yang baru Fin kenal. Bukan nomor pribadi, demi menjaga keamanan diri dan kenyamanan hidup.
“Kamu sudah punya suami?”
Pak War mendadak bilang begitu. Belum juga Fin balas, eh, lha kok ndilalah malah sudah WA lagi.
“Ayuk nikah, jujur aku cari istri, bukan cari pacar.”
Pas Fin tanya, kapan uang Fin akan dikembalikan, meski jumlahnya tidak banyak, paling cuma cukup untuk ongkos naik kereta Malang-Surabaya-Malang dapat tiket berdiri. Pak War malah menyarankan Fin untuk menemuinya langsung di gedung bupati, karena ia sedang bertugas di sana. Nggak ambil pusing, Fin sampaikan saja, kalau Fin belum boleh menikah dan harus lulus S1 dulu. Bukanya apa-apa, hanya saja dengan obrolan singkat dan gaya bahasanya, akhirnya Fin dapat mengenali sosoknya seperti apa—karakter pribadinya.
Dari cerita itu, sebenarnya, Fin ingin menyarankan bagi teman-teman yang seringkali berkelana kesana kemari sendirian. Terutama yang perempuan. Jangan mudah percaya dengan orang asing, tetapi juga jangan terlalu menutup diri untuk tidak bertanya kepada orang sekitar. Jaga diri baik-baik dan amati betul apa yang dibicarakan orang lain, kosakata yang dipakainya bisa mencerminkan kepribadiannya, jika kamu jeli dalam mendengarkannya.
Salam Muslimah Traveller!
Save Trip everywhere!
One thought on “Catatan Perjalanan: Kisah Pak War di Stasiun Malang Kota”