Suatu pagi yang cerah ketika Allis tidur semalam tanpa alas, tanpa lampu, dan tentu saja tanpa teman. Di sebuah gubuk tua berbadang, sunyi, sepi, dan gelap. Semalam dia tersesat, tertinggal atau entah ditinggal oleh rombongannya. Rombongan para pendaki yang beranggotakan 8 orang. 5 laki-laki dan 3 perempuan termasuk dia.
Segera dia bangun, menata rambutnya yang acak-acakan dan kemudian pergi ke seberang danau di depan gubuk tua itu, danau yang indah yang selama ini belum dia ketahui di media-media sosial. Berembus nafas yang besar, dia menenangkan dirinya yang “seharusnya” tegang karena entah sekarang dia berada di mana. Sebagai pecinta alam, dia sudah tahu apa yang harus dia lakukan. Tentu saja harus mencari jalan keluar. Danau itu tidak cukup besar, Allis bisa berkeliling danau dengan berjalan.
Satu langkah kemudian ada suara gemersik di balik semak-semak yang lebat di belakangnya. Spontan dia berhenti melangkah dan berbalik arah, semak-semak kemudian tenang seolah tidak ada apa-apa. Dia berjalan lagi dan hampir setengah luas danau tersebut. Masih memandangi semak-semak tadi. Tak disangkanya seorang muncul dari semak-semak itu, terlihat seorang pria berjaket merah. Bercelana jeans dan seperti orang kota, Allis kegirangan dia berpikir dia dapat menemukan teman yang sekiranya bisa diajak keluar dari hutan belantara ini. Dia berlari kembali menuju semak-semak dengan gembira, semakin dekat semakin hilang sosok misterius itu.
“Siapa dia? Kenapa dia menjauh? Kenapa tidak mendekat? Kenapa meninggalkan aku yang seharusnya dia menghampiri aku? Aku kan perempuan seharusnya dia tahu apa yang ku rasakan sekarang, tersesat sendirian,” ucap Allis keheranan.
Keesokan hari setelah kejadian itu, Allis semakin bingung karena tadi malam dia juga menemui sosok pria berjaket merah tersebut di depan gubuk, dia terlihat asyik bermain di pinggir danau. Tentu saja Allis takut untuk memanggilnya karena kejadian kemarin pagi yang membuatnya banyak berpikir negatif tentang pria tersebut. Kemudian dia menenangkan diri dengan memakan sedikit sosis dan nugget sisa makanan yang ada di ransel besarnya tersebut.
Sembari memakan dia masih berfikir keras tentang sosok pria itu, tak terduga pintu gubuk terdobrak, tak lain adalah sosok pria tersebut yang mendobrak. Allis menjerit ketakutan, menodongkan pisau tajam ke arah pria tersebut yang barusan dipakai untuk membuka nugget asin nya itu.
“Jangan mencoba mendekat atau kau akan kubunuh!”
Allis mencoba memberanikan diri, muka pria tersebut sungguh aneh, dia tampan tapi terlihat ‘kosong’. Dari kejauhan terlihat rapi, tetapi sekarang dia terlihat kumuh, rusuh, dan seperti mandi di lumpur. Sepatah kata pun tak keluar dari mulut pria itu, pria itu hanya memandangi tubuh Allis. Seperti heran makhluk apa di depan nya itu.
“Hey! Can you tell something?”
Pria itu justru mengangguk-angguk tak tau arah.
“Let me know your name,boy!” tanya Allis.
Pria itu menjawab tertatih-tatih, “H ….”
“Apa maksudmu H?” Allis menjawab keheranan, logatnya sangat ‘Inggris’.
“Hadi? Heru? Hafis? Hendra?” tegas Allis.
“H.”
Kemudian pria itu mengulangi jawabanya.
“Jadi namamu H?” Allis keheranan. “H? Siapa kau sebenarnya? Kenapa kau ada disini? Dan kenapa kau kemarin menjauh lalu muncul tiba-tiba sekarang? Apa maumu? Apa kamu sama seperti aku? Tersesat? Tak tahu arah jalan pulang? Lalu, kenapa—”
Belum berhenti Allis berbicara kemudian H menjawab, “Allis, this is me, my name is H but i dont know my fullname. Just call me H.” (Allis, ini aku, namaku H tapi aku tidak tahu nama lengkapku. Panggil saja H)
“Lalu kenapa kau disini?”
“Aku sama sepertimu, tersesat. Tapi bedanya aku sudah lama disini. Entah berapa lama”
“Tunggu dulu, bagaimana kau tahu namaku?”
“Itu kamu tak perlu tahu”
“Kau tahu namaku, tahu kalau kau sudah lama disini. Lalu kenapa kau lupa namamu sendiri H?”
“There’s something wrong destroy my brain.” (Ada sesuatu yang salah yang merusak otakku.)
“Lalu apa tujuanmu menghampiriku seperti ini?”
“Aku ingin menunjukkan sesuatu, ikuti aku.”
Kemudian Allis pergi bersama H. Allis berjalan tepat di belakang punggung H, sampailah pada suatu tempat. Di mana tempat itu sangat gelap, rimbun akan pohon, becek, ya seperti rawa-rawa. Di sana hanya ada suara gemercik air yang terinjak oleh kaki H dan Allis, suara burung-burung kecil. Dan, ya, di sana tidak ada apa-apa kecuali mereka berdua.
“Ada apa disini?”
“Fokuslah pada pohon besar itu, lihat disana dan kau akan menemukan titik kecil bercahaya kuning. Dia sangat bercahaya jadi tak mungkin kau tak melihatnya,” ucap H sambil menunjuk pohon yang besar dan lebat daunnya, akarnya pun besar dan menjalar kemana-mana.
Allis menuruti kata H, dia menemukan titik terang itu, cahaya yang menghanyutkan kefokusannya, menghanyutkan pandangannya, dan dia melihat ada dirinya pada titik itu, sedangkan H hanya membimbing Allis untuk tetap fokus pada cahaya kuning yang menyilaukan mata. Allis melihat dirinya, bercanda bersama 7 orang, 5 laki-laki dan 3 perempuan termasuk dirinya. Dia melihat dirinya sangat gembira karena sudah mencapai puncak gunung.
Oh tidak! Itu adalah teman-teman Allis. Jack, Glen, Dika, Vijo, Romeo, Indah, Kristin, dan juga Allis. Ingin rasanya Allis berteriak, tetapi ia tidak bisa. Seperti ada yang membungkamnya. Dia melihat Glen dan Indah sedang melakukan sesuatu, ya Tuhan mereka menyembunyikan sesuatu, mereka menyembunyikan sebuah peta, peta yang selama ini dicari Allis, peta yang membawanya kemari. Tapi? Lalu peta apa yang dibawa Allis sekarang sehingga membuatnya tersesat selama 2 hari di sini? Cahaya kuning itu terus melanjutkan dramanya. Ternyata sekarang Allis membawa peta Gunung lain, kenapa Allis seteledor ini? Tunggu dulu, apa maksud ini semua? Kenapa mereka melakukan ini?
“Mereka melakukan ini karena mereka ingin ‘memusnahkanmu’. Glen dan Indah ingin merebut sesuatu dari kamu, mereka ingin kekayaanmu, mereka ingin harta warisanmu.”
Suara samar-samar itu adalah suara H. Ingin rasanya Allis berontak, mengamuk sesuka hatinya, namun apa daya dia tidak bisa melakukan apa-apa. Dia hanya diam terpaku, mungkin dia masih terhipnotis, tetapi dia sungguh sadar dan mengerti perkataan H. Cerita berlanjut, Glen dan Indah berhasil menukar peta Allis, selanjutnya Jack, Dika, Romeo, Kristin dan Vijo mereka semua tidak tahu kalau ini adalah rencana jahat Glen dan Indah.
Mereka tidak mencariku? Kenapa? Katanya mereka tidak tahu menahu tentang semua ini, lalu kenapa mereka tidak mencariku H?
H pun menjawab, “mereka semua dalam pengaruh hipnotis Glen dan Indah, kamu tahu teman-temanmu sedang dalam keadaan tidak sadar, tetapi mereka seperti hidup biasanya, itu karena sihir yang di buat Glen dan Indah saat sebelum berangkat ke Gunung ini. Kamu tahu sihir itu dari siapa? Sihir itu dari temanku, iya temanku. Dia sekarang ada di perkotaan. Dan dia jugalah yang membuatku seperti ini. Tinggal di hutan belantara layaknya Tarzan dalam film. Sekarang kamu tahu semuanya bukan? Ini tujuanku mengajakmu kesini, dan saatnya kita membongkar semua kejahatan Glen, Indah, dan temanku … Lord.”
Seketika cahaya itu hilang, konsentrasiku bubar dan aku terhempas ke hadapan H. Berada tepat dipelukannya, aku tak mau lepas dan aku menangis sejadi-jadinya.
“Aku sadar hidup ayahku tinggal beberapa minggu lagi karena didiagnosa mengidap kangker ganas, tetapi kenapa Glen dan Indah melakukan tindakan ini? Mereka tinggal berkata apa yang mereka mau, tak usahlah seperti ini, mereka terlalu terbelit-belit H!!” berontak Allis. H hanya diam membiarkan Allis berada dalam pelukanya.
“H? Apa yang harus kita lakukan sekarang? Aku tak tahu jalan menuju kota”
“Hah … kau pikir aku lama disini karena aku tak tahu jalannya? Tenanglah, ikuti aku dan jangan berkata apa pun karena kau sekarang berada dalam lindunganku. Tenang Allis,” ucap H menenangkan Allis. Allis hanya mengikuti jalannya H. Sampai di suatu puncak mereka bisa melihat suatu kota di bawahnya.
“Oh Ya Tuhan-ku betapa senangnya hatiku melihat semua ini, H kau mau menunggu apalagi? Ayo!!” Allis terlihat gembira sejadi-jadinya.
“Allis, di sana temanmu berada, Jack, dan kawan-kawan berada disana. Ini saatnya kau menyusul mereka dan sadarkan kawan-kawanmu yang berada salam hipnotis Glen dan Indah.”
“Apa? Apa aku harus berjalan kesana sendiri lagi? Aku takut tersesat dan mengulangi kesalahanku selanjutnyaa H!!”
“Allis, tenanglah aku mempunyai apa yang manusia tidak punyai, aku di sini. Jauh tapi aku selalu memandangmu. Tenanglah.” H kembali menenangkan Allis.
Allis meninggalkan H, berjalan sendiri menyusuri jalan setapak dan kadang-kadang membuka jalan sendiri. Sampai akhirnya pada suatu bangunan. Di sana Allis bertemu teman-temannya. Lengkap, ada Jack, dan kawan-kawan. Allis sungguh senang, bertanya dengan melontarkan beratus pertanyaan, tapi kenapa mereka semua diam? Kenapa mereka bercanda sendiri sedangkan ada aku di sini? Lalu kemana perginya si bangsat Glen dan Indah.
Suara samar-samar mulai terdengar, “Allis tepuklah pundak mereka masing-masing.”
Allis percaya itu adalah suara H. Masing-masing Allis menepuk pundak temannya. Mereka semua akhirnya sadar dan Allis mencoba menceritakan semua yang terjadi. Kristin tidak percaya, bukan. Semuanya tidak percaya apa yang di ceritakan Allis.
Mereka semua menyusun rencana bagaimana cara menjebak Glen dan Indah serta temannya Lord. Sampai akhirnya mereka semua sepakat untuk tetap berpura-pura terhipnotis. Sedangkan Allis bersembunyi dan membuntuti mereka.
Trik pertama adalah mereka harus bisa membawa Glen dan Indah ke rumah Lord. Caranya mereka harus mengetahui sesuatu tentang Lord, mereka tahu Lord dari kontak handphone Glen, kemudian Kristin dengan bodohnya bertanya, “dimana rumah Lord? Teman baru kah? Sebaiknya kita ke rumahnya supaya kita makin akrab.”
Tentu saja Glen dan Indah langsung setuju. Mereka tak berpikir sedikit pun tentang Lord.
Trik kedua, setelah mereka berhasil berada di rumah Lord. Mereka harus mencari barang bukti yang kuat untuk di tindak lanjuti oleh polisi. Jack tahu apa yang harus dia ambil. Satu buah kalung hipnotis. Kemudian dia masukkan ke saku celananya tanpa sepengetahuan Lord.
Trik ketiga, ini adalah trik penutupan yang membuat bara api terbakar-bakar. Dimana Lord, Glen dan Indah diajak ke rumah Allis. Tentu saja Lord mau, Lord masih berfikir bahwa Jack dan kawan-kawan masih dalam alam tak sadar. Kemudian Lord membuat replika tubuh Allis yang seolah-olah Allis sedang dalam keadaan baik sehat dan seperti tidak ada apa-apa.
Sungguh Allis ingin menjerit tidak terima. Ingin mengobrak-abrik seluruh ruangan Lord. Sungguh kejam mereka melakukan ini hanya untuk merebut kekuasaan Ayahnya.
“Glen, Indah, ini adalah saat tepat. Kita bisa langsung membunuh ayah si Allis itu. Kita selundupkan Ibunya, kalau perlu kita bantai semua untuk menghilangkan jejak. Sedang kamu Indah kamu harus membuat surat wasiat yang ditujukan kepada kita. Glen, kamu tetap awasi ke 5 teman Allis. Pastikan semua masih dalam keadaan terhipnotis. Lalu aku akan membuat strategi bagaimana kita membantai satu keluarga tersebut,” ucap Lord yang begitu kejam.
Sungguh Allis merasa ketakutan yang luar biasa ketika di mendengar ucapan Lord yang begitu picik. Kemudian sampailah mereka pada rumah Allis. Disana ada Jack, Dika, Romeo, Vijo, Kristin, Glen, Indah, dan Lord. Tentu saja ada Allis (palsu). Mereka (Glen, Indah, dan Lord) ada pada posisi masing-masing untuk melancarkan strateginya. Allis mengambil smartphone di dekatnya dan memfoto apa pun yang terjadi di sekitarnya, termasuk Glen, Indah, dan Lord. Semua kejahatanya terekam dalam smartphone itu. Sementara itu Kristin menghubungi kantor polisi tepat di depan kamar mandi yang jauh dari kamar Ayah Allis.
Ke 4 temanya masih bersandiwara terhipnotis, hingga 15 menit berlalu polisi datang dan mengejutkan Glen, Indah, dan Lord. Mereka semua angkat tangan, mengejutkan Ayah Allis dan Ibunda tercinta. Allis palsu hilang seketika mencadi seekor burung, membuat semua terkejut termasuk polisi. Lalu Allis asli muncul dengan tubuh yang acak-acakan, rambut yang kumal, dan baju yang berantakan.
“Ayah, ini Allis. Semua ini tipuan Glen! Mereka ingin merebut kekayaan Ayah! Mereka ingin membunuh Ayah. Ibu dan tentu saja aku!” Allis menangis tersedu-sedu dan memeluk ayahnya.
Sedangkan polisi berlalu bersama Glen, Indah, dan Lord. Jack dan Vijo menjadi saksi. Suasana menjadi kelabu, air mata Allis mewarnai suasana itu, Ibu Allis menangis karena cerita haru anaknya. Mereka masih tidak percaya. Hingga pada akhirnya semua kembali ke awal.
Allis, Ayah, dan Ibu kembali bahagia tanpa beban. Sekarang yang di pikir Allis adalah beberapa hari lagi senyum Ayahnya tidak akan menemaninya lagi. Senyum dan canda tawa itu akan hilang beberapa hari lagi.
Ayah … jika aku bisa aku ingin mengatakan banyak hal yang telah aku lalui. Aku ingin menceritakan apa pun yang ada di dalam hidupku.
Aku ingin ayah seperti ayah teman-temanku, aku ingin Ayah menemaniku hingga aku bisa melakukan apa pun sendiri.
Ayah … bisakah kau bertahan 1 Tahun lagi untukku? Air mataku sungguh tak kuasa ingin berlarian ke pipiku.
***
Hingga pada suatu hari Ayah benar-benar meninggalkanku dan Ibuku. Meninggalkan berjuta kenangan yang tak akan Allis lupakan. H hadir, mengagetkan Allis. Dengan pandangan tajam. Tunggu, H? Dia sekarang berubah. Berpakaian rapi, berambut klimis, dan senyuman yang membangun semangat Allis.
“Hai cantik!”
Menangislah Allis antara sedih dan gembira. Suatu kali kamu kehilangan sesuatu, pasti Tuhan akan mengganti dengan sesuatu yang tak terduga-duga.
Cerita pendek ini ditulis oleh Ines Alda, dalam antologi bersama Elhasama 2015